🤖 Agentic AI: Hype atau Kebutuhan? Cara Membedakan Use Case yang Valid!

Kita semua sedang demam “AI Agents”—AI yang tidak cuma bisa ngobrol (seperti ChatGPT biasa), tapi bisa bekerja (eksekusi tugas, pakai tools, ambil keputusan).
Tapi hati-hati, tidak semua masalah butuh Agent! Artikel dari Data from the Trenches ini memberikan panduan praktis agar kita tidak terjebak over-engineering.
Mari kita bedah framework-nya! 👇

🛑 1. The Problem (Masalah Utama)
Banyak perusahaan terburu-buru ingin menerapkan Agentic AI karena FOMO.
🚧 Isu: Kita sering salah kaprah. Masalah yang terlalu sederhana (bisa diselesaikan dengan script biasa/RPA) dipaksakan pakai Agent. Sebaliknya, masalah yang butuh intuisi manusia tinggi dipaksakan ke AI.
💸 Risiko: Biaya token membengkak, latensi tinggi, dan reliabilitas rendah karena memaksakan LLM untuk tugas yang tidak perlu “Reasoning”.

🧠 2. Metodologi: The Agentic Framework
Artikel ini menawarkan cara berpikir untuk memilah use case. Kunci pembedanya adalah “Dynamic Reasoning” (Penalaran Dinamis).
🔍 RPA/Automation: Jika langkah-langkahnya baku (A 👉 B 👉 C), kamu tidak butuh Agent. Kamu butuh script Python atau RPA.
🤔 Agentic AI: Jika langkah selanjutnya bergantung pada hasil langkah sebelumnya (A 👉Cek hasil 👉 Jika X lakukan B, Jika Y lakukan D), di sinilah Agent bersinar.

🛠️ 3. How to Identify (Checklist Use Case)
Gunakan 3 kriteria ini untuk menentukan apakah kamu butuh Agent:
🧩 Complex Reasoning: Apakah tugas ini memerlukan perencanaan (planning) dan pemecahan masalah yang tidak linear?
🔧 Tool Usage: Apakah AI perlu mengakses sistem eksternal (API, Database, Web Search) untuk menyelesaikan tugas?
🔄 Multi-step Workflow: Apakah ini pekerjaan satu kali jalan, atau serangkaian aksi yang saling berkaitan?

📈 4. Finding & Impact
Menerapkan Agent pada use case yang tepat akan menghasilkan:
🚀 Autonomy: Sistem bisa menangani variasi masalah tanpa perlu hard-coded rules untuk setiap skenario.
🤝 Human-AI Collaboration: Manusia fokus pada strategi, Agent fokus pada eksekusi detail yang rumit namun repetitif.
🛡️ Reliability: Dengan membatasi ruang lingkup Agent (hanya pada dynamic tasks), halusinasi bisa ditekan dibandingkan menyuruh AI melakukan segalanya.

📝 5. Key Takeaways
📉 Don’t Kill a Mosquito with a Bazooka: Jangan pakai Agentic AI untuk tugas yang bisa diselesaikan dengan if-else statement sederhana.
🧠 Reasoning is the Product: Nilai jual utama Agent adalah kemampuannya beradaptasi (adaptability), bukan sekadar otomatisasi.
🧰 Give Them Hands: Agent tanpa akses ke Tools (API/Data) hanyalah chatbot yang pintar bicara tapi tidak bisa bekerja.
Jadi, sebelum coding, tanya dulu: “Apakah workflow ini butuh otak (AI) atau cukup butuh otot (Script)?”

🔗 Sumber Lengkap:
https://medium.com/data-from-the-trenches/how-can-you-identify-an-agentic-ai-use-case-b95b3fa45600

#AgenticAI #ArtificialIntelligence #LLM #GenerativeAI #Automation #SystemDesign #TechStrategy #DataScience #FutureOfWork

Leave a Comment